Kita
ini seperti anak bungsu dalam salah-satu perumpamaan TUHAN YESUS, yang
lari dari rumah bapanya, lari dari kebenaran FirmanNYA, yang
menghambur-hamburkan hartanya, menghambur-hamburkan masa hidupnya dalam
berbagai kesalahan, kesesatan dan kesia-siaan hidup duniawi kita. Hingga
akhirnya harta kebenaran kita habis dan kita hidup dalam kemelaratan
kebenaran.
Kini
dunia dalam masa-masa kelaparan. Tidak ada makanan kebenaran yang bisa
untuk mempertahankan hidup kerohanian dan keselamatan Kristen kita.
Semua orang dalam bahaya kebinasaan rohani. Sampai akhirnya kita
terpaksa makan dari sisa makanan Babi. Apa-apa yang salah kita anggap
benar, apa-apa yang najis kita anggap suci, dan apa-apa yang haram kita
anggap halal. Teringatlah kita akan rumah bapa kita, yaitu Alkitab, yang
kaya-raya, berlimpah makanan kebenarannya. Maka kitapun melangkah
pulang ke rumah bapa; back to Bible.
Bapa
gembira sekali melihat kepulangan kita, disambutnya kita dengan pesta
besar-besaran, dengan pengungkapan kebenaran Alkitab secara
besar-besaran. Hal ini membuat si anak sulung, Advent gusar. Setiap hari
Advent ini setia di rumah bapanya, tidak senakal adiknya, setiap Sabat
selalu hadir ke gereja, sudah kayak malaikat yang selalu melayani
bapanya, namun bapanya tak pernah memestakannya. Namun ketika adiknya
pulang, bukannya dimarahi, tapi malah dipestakan besar-besaran.
Cemberutlah si anak sulung ini kepada bapanya. Maka marahlah bapa kepada
si sulung:
“Bukankah
padamu ada kebenaran yang melimpah-limpah? Seharusnya kamu berbagi
makanan kebenaran dengan adikmu yang kekurangan itu jika kamu mengasihi
adikmu, yang sampai-sampai dewa Mataharipun mereka anggap sebagai allah.
Tapi kamu begitu sibuk dengan seminar-seminar kesehatan yang nggak
perlu. Injil TUHAN kamu gantikan dengan injil sayuran[Injil yang lain
yang sebenarnya bukan Injil – Galatia 1:6-7]. Bukankah seharusnya kamu
memberitakan hal hari Sabat kepada adikmu? Tapi itu tidak kamu lakukan,
malahan kamu mengagung-agungkan gedung Mawar Sharon yang megah itu, yang
sesungguhnya dibangun diatas kebodohan, bukan berdasarkan hikmat. Coba
seandainya mereka berhikmat, pasti uang Rp. 150 milyar itu bisa untuk
membangun ratusan gedung di seluruh Indonesia secara merata?! Jadi, kamu
memang sama bodohnya dengan mereka itu.
Lebih-lebih kalau kamu mengerti kebenaran, kebenaran itu menyatakan
bahwa gereja itu adalah kamu. Gereja itu manusianya, bukan semen Tiga
Roda atau genteng Jatiwangi. Kamu telah salah didalam memahami gereja.
Jadi, seharusnya manusianyalah yang kamu dandani, bukan gedungnya. Waah,
bodoh sekali kamu itu.”
0 komentar:
Post a Comment